Dan ternyata keadaan iman yang sebenarnya seperti yang dialami oleh Rasulullah ini tidak bisa dipaksa-paksakan. Kita hanya dan hanya bisa menerima KEADAAN IMAN itu DITURUN! KAN oleh Allah sendiri kedalam dada kita. Keadaan Iman itu hanya bisa kita baca dengan DADA (SUDUR) kita. Karena memang alat penerimanya bukanlah panca indra kita yang bermuara pada olah otak kita semata. Alat penerima keadaan iman itu adalah berupa DADA yang lembut, lunak dan hidup. Bukan dada yang keras membatu, mati dan gelap.
Boleh jadi secara lahiriah kita bisa memaksa-maksa orang untuk beriman kepada Allah, dan dengan paksaan itu orang tersebut bisa pula melakukan setiap amalan yang diperintahkan oleh Allah dengan semangat yang tinggi. Akan tetapi kebenaran keadaan iman kita yang seperti ini dibantah sendiri oleh Allah didalam Al Quran dengan menyamakan keadaan iman orang tersebut sama dengan keadaan iman seorang badwi dizaman Rasulullah dulu. Bahwa kita sebenarnya belum beriman, tapi baru hanya sekedar patuh saja. Karena keadaan iman itu hanya bisa menyentuh hati kita.
Namun begitu, saat dada kita diberi cahaya oleh Allah, maka dada! kita yang tadinya keras membatu dan gelap gulita akan beruba! h seketika, ya seketika!. Dada kita berubah menjadi dada yang lembut, lunak, dan hidup. Dada orang beriman. Dada yang dilunakkan, dilembutkan, dihidupkan, dan disucikan sendiri oleh Allah dengan cara Dia menyinari dada kita dengan sinar-Nya.
Kenapa harus ada aktifitas Allah untuk mengubah keadaan dada kita ini?. Karena memang ada seribu satu cara-cara artificial (buatan) lainnya yang SEAKAN-AKAN dapat melunakkan, melembutkan, dan menghidupkan dada kita ini. Misalnya kita seakan-akan merasa dada kita menjadi lembut dengan cara mendengarkan irama musik yang lembut dan mendayu-dayu, atau dengan mendengarkan gelombang suara dengan frekuensi tertentu, atau bisa juga dengan mengingat-ingat penderitaan orang lain, atau dengan cara memaksa-maksakan diri untuk menangis dan meratap. Jadi proses melunaknya hati kita itu tidak lebih dari hasil aktifitas olah pikir dan olah emosi kita saja. Bahkan bentuk dzikir-dzikir tertentu yang sering dilantunkan oleh umat i! slam, juga lebih mengarah kepada bentuk artificial seperti ini.
Dengan cara-cara artificial ini, untuk sejenak memang terasa dada kita seperti berubah menjadi lebih lembut dari biasanya. Kita bisa lebih mudah untuk menangis, kita lebih mudah tersentuh, kita lebih mudah terharu dari biasanya. Kitapun merasa lebih mudah untuk berbuat baik kepada orang lain. Kita seperti punya rasa sosial yang tinggi untuk membantu sesama. Semangat kita untuk bekerjapun jadi begitu membara. Ini sudah bagus sebenarnya. Namun sayang, keadaan itu hanya bisa bertahan untuk sementara waktu saja. Tidak berapa lama kemudian, suasana dada yang lembut tadi berubah kembali menjadi keras. Tanpa kita melakukan kembali proses olah pikir dan olah emosi seperti diatas, kita merasa tidak akan bisa mendapatkan kembali suasana hati kita yang lembut seperti tadinya.
Jadilah kita menjadi orang yang terikat kuat dengan semua alat bantu olah pikir dan olah emosi itu tadi dalam men! golah keadaan dada kita. Tanpa alat itu rasanya kita tidak akan bisa m! embuat suasana dada kita menjadi lembut, lunak dan hidup. Ini kan bentuk perantara atau avatar juga namanya. Cuma saja avatarnya adalah benda-benda dan suara-suara.
Celakanya lagi, otak kita ini tidak pernah bisa menerima keadaan yang sama untuk kedua kalinya. Otak kita diciptakan Allah untuk bereaksi lebih sedikit dan lebih sedikit lagi saat kita melakukan hal sama secara berulangkali. Suasana pertama yang kita rasakan adalah munculnya Rasa BOSAN kita terhadap keadaan yang kita alami atau lakukan itu. Kita seperti merasa iman kita menjadi TURUN. Rasanya menjadi GARING. Tanda-tandanya sederhana saja, yaitu kita menjadi malas beribadah dengan khusyu kepada Allah. Walaupun ibadah itu masih kita lakukan, namun tidak ada KESUKACITAAN didalamnya. Kita beraktifitas ditengah-tengah KEPEDIHAN yang mendalam tanpa kita mampu untuk menyadarinya.
Kadang-kadang untuk menaikan rasa iman kita kembali, kita membutuhkan usaha yang lebih keras dari biasanya.! Atau bisa pula rasa iman kita itu baru bisa bertambah kembali saat Allah menimpakan sebuah beban yang berat dipundak kita. Artinya saat itu kita dipaksa beriman oleh Allah dengan cara yang menyakitkan sekali. Setelah itu barulah kita merasa beriman kembali kepada Allah untuk kemudian melemah lagi. Kita merasa iman kita turun-naik begitu cepatnya. Iman kita seperti selalu berubah-ubah setiap saat. Tergantung mood kita katanya.
Sayangnya kita salah persepsi memaknai hadist Rasulullah yang menyatakan bahwa iman kita ini bisa bertambah dan berkurang. Hadist itu begitu seringnya diberitahu oleh para dai dan khatib kepada kita sehingga kitapun masih bisa tersenyum sumringah saat mana dada kita begitu garingnya ketika kita melakukan aktifitas keseharian kita. Dalam beraktifitas, kita seperti berenang didalam lautan yang isinya hanyalah KEPEDIHAN belaka, dan anehnya kita masih bisa tersenyum menjalaninya. Kita dengan bangga mengatakan bahwa iman kita saat i! tu sedang TURUN. Kita menyangka bahwa keadaan kita yang seperti itu di! benarkan oleh Rasulullah. Iman kita sedang turun. Dan kita tetap berlaku biasa-biasa saja.
Bersambung
Deka

Posting Komentar